The Shattered Light-Chapter 77: – Ujian Terakhir

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 77 - – Ujian Terakhir

Cahaya menyelimuti Kaelen, lalu memudar perlahan, memperlihatkan pemandangan di sekelilingnya. Ia tidak lagi berada di aula yang runtuh, tidak lagi mendengar suara Lyra atau Eryon. Udara di sekelilingnya hangat, angin lembut berhembus membawa aroma tanah basah dan rerumputan. Ia berdiri di tengah hamparan perbukitan yang disinari cahaya keemasan matahari senja.

Namun, ada sesuatu yang salah.

Dunia ini terasa terlalu tenang.

Kaelen melangkah perlahan, matanya menyapu sekeliling. Langit di atasnya bersih, tidak ada tanda-tanda perang, tidak ada retakan dimensi atau kekuatan yang berputar liar. Namun, perasaan di dadanya menegang. Ia tahu ini bukan kenyataan. Ini adalah ujian.

Suara lembut datang dari belakangnya. "Kaelen."

Ia berbalik, dan jantungnya hampir berhenti.

Serina berdiri di sana.

Ia tampak seperti dulu—pakaian tempurnya masih bersih, rambutnya yang panjang tergerai tertiup angin. Mata dinginnya menatap Kaelen dengan ketenangan yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Namun, ada sesuatu yang kosong dalam sorot matanya, seolah ia adalah bayangan dari masa lalu yang telah lama hilang.

"Serina..." bisik Kaelen, langkahnya terhenti.

Serina tersenyum kecil. "Aku sudah lama menunggumu."

Kaelen merasakan tenggorokannya mengering. "Ini tidak nyata."

Serina mengangguk. "Benar. Tapi bukan berarti ini tidak penting."

Kaelen mengepalkan tangannya. "Apa ini bagian dari ujianku?"

Serina mendekatinya, suaranya tetap lembut. "Ya. Ini adalah ujian terakhir sebelum kau bisa benar-benar memahami keseimbangan."

Kaelen menatapnya tajam. "Apa yang harus kulakukan?"

Serina menghela napas dan menatap horizon. "Keseimbangan bukan hanya tentang Cahaya dan Kegelapan, tetapi juga tentang menerima kehilangan. Kau telah berjuang begitu lama, tetapi apakah kau benar-benar menerima pengorbanan yang telah terjadi?"

Kaelen terdiam. Kenangan tentang Serina melintas di benaknya—saat-saat mereka bertarung bersama, canda tawa yang jarang terjadi, dan akhirnya, momen ketika ia menghilang dari ingatannya karena kekuatan kegelapan yang ia gunakan.

Serina melangkah lebih dekat, lalu menyentuh bahunya dengan lembut. "Kaelen, aku tidak ada di sini untuk menghakimimu. Aku ada di sini agar kau bisa menerima kenyataan."

Kaelen menggeleng, matanya berkilat marah. "Aku tidak bisa. Aku tidak bisa menerima bahwa aku telah melupakanmu."

Serina tersenyum tipis, tetapi di balik senyumnya ada kesedihan. "Tapi itulah harga yang kau bayar. Dan kini, kau harus membuat pilihan."

Tiba-tiba, dunia di sekeliling mereka mulai berubah. Langit mulai terbelah, dan dua jalan terbuka di hadapan Kaelen. Satu jalan dipenuhi cahaya keemasan yang menenangkan, dengan suara lembut yang memanggil namanya. Sementara jalan lainnya adalah kegelapan pekat yang tampak berputar liar, berbisik dengan suara-suara yang akrab—suara pengorbanan, kemarahan, dan kekuatan yang telah membentuknya hingga saat ini.

Suara Serina berubah menjadi lebih tegas. "Jika kau memilih jalan cahaya, kau akan menghapus semua kegelapan dari dalam dirimu. Kau akan kembali menjadi seseorang yang murni, tanpa beban kegelapan yang telah menemanimu selama ini."

Kaelen menatap jalan itu dengan rahang mengatup. Cahaya itu terasa menenangkan, tetapi juga asing. Ia tidak lagi bisa membayangkan dirinya tanpa luka, tanpa beban yang telah ia tanggung selama ini.

Serina melanjutkan, "Jika kau memilih jalan kegelapan, kau akan menerima semua bagian dirimu, termasuk kekuatan yang telah membuatmu kehilangan ingatan tentang orang-orang yang kau cintai. Kau akan menjadi penjaga keseimbangan yang sejati, tetapi kau juga akan menanggung beban itu selamanya."

Kaelen menoleh ke arahnya. "Dan jika aku tidak memilih?"

Serina tersenyum, kali ini lebih lembut. "Maka keseimbangan tidak akan pernah ada dalam dirimu. Dan tanpa keseimbangan, kau tidak akan bisa melindungi apa pun."

Kaelen terdiam. Suara-suara dari masa lalunya berputar di kepalanya—Lyra, Master Varrok, bahkan suara dirinya sendiri yang penuh keraguan.

"Kaelen, kau tidak perlu menanggung semua ini sendirian."

"Kekuatan datang dengan harga. Kau tahu itu lebih dari siapa pun."

"Jangan biarkan mereka menentukan jalanmu, Kaelen. Kau yang memilih nasibmu sendiri."

Ia menatap kedua jalan itu. Cahaya atau kegelapan. Jalan yang selalu ia perjuangkan, atau jalan yang membuatnya kehilangan begitu banyak. Apakah ia siap menerima siapa dirinya sebenarnya? Atau ia akan menghapus beban itu untuk selamanya?

Ia menarik napas dalam, lalu melangkah.

Namun, sebelum kakinya menyentuh salah satu jalan, sesuatu terjadi.

Tanah bergetar, dan di antara cahaya serta kegelapan, muncul retakan ketiga—jalur yang tidak pernah disebutkan oleh Serina. Jalur yang berkilauan perak, berdenyut dengan ritme yang sama seperti detak jantungnya sendiri.

Serina menatap jalur itu dengan mata melebar. "Ini... ini tidak seharusnya ada."

Kaelen menatapnya, lalu kembali melihat jalur itu. "Mungkin ini bukan pilihan antara Cahaya dan Kegelapan. Mungkin ini tentang menemukan jalanku sendiri."

Visit frёewebnoѵel.ƈo๓ for the b𝘦st novel reading experience.

Ia melangkah ke depan, menuju jalur ketiga.

Dan dalam sekejap, dunia di sekelilingnya berubah sekali lagi.