©NovelBuddy
The Shattered Light-Chapter 96: – Kebenaran yang Terungkap
Chapter 96 - – Kebenaran yang Terungkap
Kaelen menatap sosok berarmor hitam di depannya dengan dada berdegup kencang. Nama yang baru saja keluar dari bibirnya terasa asing, tetapi pada saat yang sama, begitu akrab.
Th𝓮 most uptodate nov𝑒ls are publish𝒆d on ƒreewebηoveℓ.com.
"Darius..." Kaelen mengulang namanya, mencoba memahami kebenaran yang mulai menyelinap ke dalam pikirannya.
Makhluk berarmor itu—Darius—mengayunkan pedangnya ke bawah. Gelombang energi gelap meledak dari bilahnya, menghantam tanah dan menciptakan retakan panjang yang hampir mencapai kaki Kaelen. Serina berteriak, menarik Kaelen ke samping sebelum ledakan kedua terjadi.
"Siapa dia, Kaelen?!" Serina bertanya sambil menangkis serangan makhluk bayangan lain.
Kaelen mengatupkan rahangnya, memori yang buram mulai terangkai. "Dia... dia bukan musuh. Setidaknya, dulu tidak."
Darius melangkah maju, suara armornya berderak. "Dulu? Jadi kau benar-benar melupakan semuanya, adikku?"
Kata "adikku" menghantam Kaelen seperti pedang yang menembus dadanya. Matanya melebar, ingatan lain mulai kembali—fragmen kenangan tentang seorang pria muda, melatihnya dalam pertarungan, menegurnya saat dia gagal, dan tertawa bersamanya di bawah cahaya bulan.
"Tidak mungkin..." Kaelen berbisik.
Darius mendengus. "Ah, sekarang kau mulai mengingatnya, bukan? Aku mengajarkanmu cara memegang pedang. Aku mengorbankan segalanya demi melindungimu. Dan bagaimana kau membalasnya? Dengan melupakanku."
Pedang Darius bergetar, aura kegelapan berdenyut dari dalam tubuhnya. "Dan sekarang, kau berdiri di sini, siap melawanku. Seperti orang asing."
Kaelen mencengkeram gagang pedangnya dengan erat, tetapi tangannya gemetar. "Apa yang terjadi padamu? Bagaimana bisa kau menjadi seperti ini?"
Darius tertawa kecil—suara yang dipenuhi kepahitan. "Aku mati, Kaelen. Aku mati dalam perang yang kau coba lupakan. Dan ketika kau menyerahkan jiwamu untuk mendapatkan kekuatan, kau membiarkan ingatan tentangku menghilang, seperti aku tak pernah ada."
Serina melihat Kaelen dengan cemas. "Kaelen... jika dia saudaramu, maka kita bisa menyelamatkannya."
Darius mengangkat pedangnya lagi. "Aku tidak perlu diselamatkan." Mata merahnya menyala semakin terang. "Aku telah menjadi bagian dari kegelapan ini. Dan kau—kau adalah alasan mengapa aku ada di sini!"
Kaelen mengatupkan rahangnya. "Kalau begitu, aku akan membawamu kembali. Apa pun yang terjadi."
Darius melompat ke depan dengan kecepatan luar biasa, serangannya menebas udara dengan kekuatan yang cukup untuk menghancurkan batu di sekitarnya. Kaelen menangkis serangan pertama, tetapi dampaknya membuat lengannya bergetar. Darius jauh lebih kuat dari yang ia ingat.
Serina berusaha membantu, tetapi bayangan-bayangan lain menyerangnya dari berbagai arah. Pria bertudung yang sejak tadi diam mengamati kini maju beberapa langkah.
"Hanya ada satu cara untuk mengalahkannya," kata pria itu. "Kau harus mengingat segalanya. Jika tidak, kau tak akan pernah bisa menghadapinya."
Kaelen mengatupkan rahangnya. "Mengingat?"
"Kau telah kehilangan sebagian dari dirimu sendiri, Kaelen. Jika kau ingin menang, kau harus menerimanya kembali—baik itu kenangan, kesalahan, atau rasa sakit."
Darius menyerang lagi, kali ini dengan kekuatan yang lebih besar. Kaelen hanya bisa bertahan, setiap tebasan membuat tubuhnya semakin terdesak.
"Kau tidak cukup kuat!" Darius menggeram. "Seperti dulu, kau selalu menjadi anak lemah yang harus kulindungi!"
Kaelen terhuyung, tetapi kata-kata Darius justru menusuk lebih dalam daripada serangan pedangnya.
Lalu, sebuah ingatan kembali ke dalam benaknya—Darius, berdiri di hadapannya, melindunginya dari serangan musuh bertahun-tahun lalu. Wajahnya penuh luka, tetapi dia tetap tersenyum.
"Jangan takut, Kaelen," suara Darius dari masa lalu bergema. "Selama aku ada, aku akan selalu menjagamu."
Mata Kaelen melebar. Dadanya sesak. Ingatan itu—rasa bersalah, kehilangan, dan keinginan untuk melindungi—semua kembali dalam gelombang yang begitu kuat hingga ia hampir jatuh berlutut.
Tetapi kali ini, ia tidak akan lari.
Ia menatap Darius dengan mata yang penuh tekad. "Kau benar. Aku melupakanmu. Aku melupakan segalanya. Tapi tidak lagi."
Aura di sekeliling Kaelen mulai berubah. Cahaya biru mulai berpendar dari tubuhnya, membakar bayangan yang mengelilinginya.
Darius menyipitkan mata. "Apa yang kau lakukan?"
Kaelen mengangkat pedangnya, yang kini bersinar lebih terang dari sebelumnya. "Mengakhiri ini. Dan membawamu kembali."
Darius berteriak dan menyerang dengan seluruh kekuatannya.
Kaelen balas menyerang.
Pedang mereka bertabrakan, dan dunia di sekitar mereka bergetar hebat.
Namun, sebelum pertarungan benar-benar berakhir, bayangan hitam yang lebih besar muncul di belakang Darius. Sesuatu—atau seseorang—menariknya kembali ke dalam kegelapan.
Darius terhentak mundur, matanya melebar. "Tidak... aku belum selesai!"
Kaelen mencoba meraih tangannya, tetapi sosok hitam itu mencengkeram dada Darius, menyeretnya ke dalam pusaran bayangan yang membelah tanah.
"Kaelen!" Darius berteriak, suaranya bergema di seluruh area.
Kaelen melompat, mencoba menyelamatkannya, tetapi sudah terlambat. Darius menghilang dalam kegelapan, terseret oleh kekuatan yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Hening. Angin berhenti berhembus. Serina menatap Kaelen dengan wajah penuh keterkejutan.
Kaelen berdiri di tempatnya, nafasnya berat, tinjunya mengepal. Kali ini, ia tidak hanya kehilangan ingatan—ia kehilangan kesempatan untuk menebus kesalahan.
Pria bertudung mendekat. "Pertarungan ini belum selesai. Jika kau ingin menyelamatkannya... kau harus mengejar mereka."
Kaelen menatap langit yang kini dipenuhi pusaran gelap. Dengan rahang mengatup, ia menjawab, "Kalau begitu, kita tidak punya waktu untuk menunggu."